Pagi yang sejuk dengan tiupan angin yang riuh rendah
di kawasan Pegunungan Himalaya disertai dengan hawa dingin khas suasana pagi
dimana malam telah berlalu dan menuju ke peraduannya. Para mahluk mahluk pagi
pun mulai bermunculan keluar dari sarangnya memulai aktivitas yang telah
ditetapkan oleh sang maha sebagai fitrah para mahluknya yaitu mencari
kehidupan. Matahari pagi secara perlahan terbit dalam keheningan, berpendar
jingga kemerahan menyentuh titik titik salju abadi pegunungan tibet. Seakan
menunjukkan bahwa ciptaan sang maha tidak ada bandingannya dengan benda buatan
manusia.
Matahari
perlahan menampakkan wajahnya, memberi kehangatan dan harapan baru bagi umat
manusia terutama para penduduk yang bermukim di daerah bersalju yang setiap
hari tak peduli waktu berselimut dingin dan menapak tanah bersalju tapi tetap
menjalankan aktivitas seperti biasa. Walaupun hanya sebuah desa kecil tapi
kehangatan yang ditebarkan para penduduknya serasa mengalahkan pengaruh suhu
dingin dibawah titik nol sekalipun, akan selalu ada tawa ceria yang bertebaran
di setiap sisi desa sarangkot.
Sarangkot, salah satu desa yang penuh dengan nuansa
alamiah ciptaan tuhan memaparkan sejuta keindahan dari salah satu desa yang
menarik wisatawan di Nepal. Di tengah hiruk pikuk pagi yang mulai penuh dengan
kesibukan. di gang gang desa sarangkot terdapat salah satu klinik kesehatan
yang terletak di pusat desa, sekitar 4 rumah di sebelah kanan kepala suku di
desa tersebut. Klinik itu hanya dilengkapi dengan peralatan medis seadanya namun
tiap harinya tetap dikunjungi oleh penduduk desa tersebut maupun para wisatawan
yang mengeluhkan penyakit karena selain tidak ada rumah sakit yang beroperasi tetapi jug terdapat sambutan yang sangat ramah dari
seorang dokter yang lebih sering dipanggil bang
man de ren (sang penolong) dan dua asisten pribuminya.
Walaupun seorang dokter tapi keseharian pemuda ini nampak
biasa biasa saja, tidak ada perlakuan istimewa dan bahkan tak ada permintaannya
untuk diperlakukan secara istimewa. pernah beberapa penduduk ada yang
menawarkan diri untuk mengurus segala kebutuhannya agar bisa lebih fokus untuk
melaksanakan tugasnya dan juga sebagai ucapan terima kasih karena sumbangsihnya
terhadap masyarakat tetapi ditolak dengan halus oleh dokter ini bahwa segala
sesuatu yang berkaitan dengan pribadinya masih bisa menjadi tanggungannya
sendiri
*****
Dr. Firman seorang warga keturunan
bugis – indonesia, berkulit sawo matang khas indonesia dengan tinggi sekitar
170 cm dan rambut berombak semakin menguatkan persepsi pasien bahwa dia bukan
berasal dari daerah tibet. Pada saat waktu senggang dia sempatkan waktu untuk
keluar dari klinik untuk sekedar berkeliling
entah ke pasar ataupun ke sekolah desa sarangkot. Penghormatan warga bukan karena dia seorang dokter karena pada awal tiba di desa ini
hanyalah sebagai wisatawan semata, pakaiannya pun jauh dari embel embel yang
mencerminkan bahwa dia adalah seorang dokter.
Entah darimana semuanya berawal namun kedatangannya ke
Tibet sudah menyita sebagian dari hidupnya yang sejak dari dulu didambakannya
untuk sebuah rekreasi. Tengah tahun pertama setelah kelulusannya di sebuah
universitas ternama membuatnya ingin melakukan rehat dari segala rutinitas yang
selama ini membuatnya agak bosan dengan suasana yang hanya dianggapnya sebuah
stagnasi kehidupan.
“ assalamu alaikum
etta, adameka’
di tibet, nantipi
3 jam ke depan kutelpon ki”
pesan singkat yang terkirim dengan gaya bahasa bugis ke handphone sang bunda sesaat setelah mobil yang
ditumpanginya memasuki wilayah tibet yang kebanyakan hanya hamparan awan putih dan tebaran
salju yang masih basah
beserta
deretan pinus yang berdiri kokoh menambah indahnya tempat yang akan dikunjungi
nanti olehnya. Dengan senyum
yang tersungging direbahkan tubuhnya di jok mobil sembari diterpa sinar mentari sore yang akan terbenam di
ufuk menandakan matahari sudah ingin melaksanakan kewajibannya di belahan bumi
yang lain.
“liburan pertama di
wilayah timur asia” seraya
mengadahkan kepala ke atas dan menoleh kesamping menampakkan suasana deretan
pegunungan himalaya yang memanjang sampai ujung dan pangkalnya tidak nampak
oleh jangkauan mata semakin menambah kekagumannya, lamunannya pun buyar ketika
terdengar bunyi dering handphone menandakan sebuah pesan singkat telah masuk di
handphonenya.
“iya
nak, hati hati disana nak dan tettamu bilang jangan takabur di daerah orang dan
jangan lupa klo mau balik ..tuh adek adekmu minta dibelikan oleh oleh...jangan
lupa”. Pesan yang telah diprediksikan pengirimnya memberikan petuah petuah
khas orang tua yang bermakna dalam.
Belum lama setelah pesan singkat itu terbaca, dengan
sigap ditekannya tuts tuts handphonenya sambil sedikit
mengeluarkan suara sambil menirukan apa yang dia tulis di handphonenya.
“i.....ye’
te..nang mi ki saja’ sa..la..mm ku sa..ma ne..nek” seraya tersenyum
Kembali diletakkan handphone disampingnya dan suatu perasaan yang datang secara
tiba tiba menerpa seluruh tubuh dan pikirannya, rasa lelah dan keletihan
membuatnya terlelap tidur begitu pulas dengan posisi terduduk di atas jok mobil
dibelakang supir yang membawanya karena selama di pesawat dan dalam perjalanan
dari beijing sampai memasuki wilayah tibet. Dokter muda
ini belum pernah tertidur setelah sampai di wilayah ini dan seakan tidak
perduli dengan kejadian disekitarnya, dia seakan rela mobil yang ditumpanginya
membawanya kemana saja menembus alam mimpi, menuju peraduan khayal.
*****
“dek....dek bangun de’
” seorang pria yang juga
dari indonesia membangunkannya seraya menggoyangkan tubuh orang yang
dibangunkannya yang begitu tertidur sangat pulas bahkan handphone itu pun masih
tergeletak dalam posisi semula sebelum dia tidur tak sadarkan diri. Walaupun
agak lama menggoyang tubuhnya yang belum tersadar tak membuat pria ini menyerah, perlahan diambil peniti
yang ada didalam tasnya dan ditusukkan ke ibu jari tangannya dan walhasil “AAAA…..aaaaarrgghttt…”
teriak pemuda ini yang langsung
terpental ke depan jok dan kehilangan keseimbangan membuat kepalanya terbentur
di pintu mobil. “adduuuhhh pak, apa apaan sih nih” gerutunya sembari meringis.
Orang yang membangunkannya tadi hanya bisa melongo melihat tindakan berlebihan
yang dilakukan korbannya dan tersenyum “maaf de’ tadi bapak sudah bangunkan
pake cara halus tapi tidak mempan, makanya pake cara ini” ungkap pak sony
sambil memperlihatkan peniti yang dipakai untuk mengeksekusi sang korban. Pak
sony adalah seorang supervisor yang juga melakukan liburan di Tibet, pak sony
mengambil inisiatif untuk membangunkan firman karena sang sopir yang asli Tibet
menyerah membangunkannya yang tertidur sangat pulas. Dengan geraman khas
seseorang yang terbangun dari tidur panjang dan dengan kesadaran yang belum
penuh sambil mengucek kedua matanya yang agak memerah serta rasa nyeri yang
menimpanya akibat menghantam pintu mobil.
dia pun balik bertanya sembari melongokkan kepalanya keluar dari jendela mobil
dan melihat hiruk pikuk aktivitas para turis dan warga yang berbaur sesekali
menyapa satu sama lain layaknya mereka berasal dari negara dan perkampungan
yang sama
“ada apa
ya pak??......hooammm” sembari sesekali menguap tanda ngantuknya belum
sepenuhnya pudar dan mengusap kepalanya berkali kali.
“kita sudah sampai di daerah tujuan,,,,tuh rumah
di depan sana, rumah kepala suku dan tinggal ade’ saja yang belum turun dari
mobil” dengan tersenyum kecil sambil memperlihatkan sebaris gigi putihnya
dan diikuti dengan gerakan tangan kiri
yang menunjuk ke arah depan mobil yang didepannya telah nampak sebuah rumah
sederhana yang atapnya lebih menyerupai sebuah kubah dan berdinding batu yang tersusun
rapi dan dari penampakannya sepertinya dinding itu terekat satu sama lain
dengan menggunakan perekat yang lebih menyerupai semen. Rumah ini mempunyai
warna yang tidak terlalu mencolok, hanya berwarna putih keabu-abuan yang khas dengan warna salju
sehingga nampak agak berbaur dengan salju tibet. Didalamnya terdapat ruang tamu
dan beranda yang begitu luas dan tampak nyata terlihat aktivitas para wisatawan
yang sedang sibuk mondar mandir dan tampak sedang mempersiapkan segala
sesuatunya. Sementara dalam keadaan terpana dengan keadaan di depan matanya, pak sony yang sedari tadi memperhatikannya yang
menatap sekeliling mulai angkat bicara
“tuh teman teman yang lain juga sudah siap
siap untuk ke puncak tuk melihat matahari terbit...ade’ mau ikut??” seraya
menunjuk ke segerombolan wisatawan dari berbagai negara yang berlalu lalang di
depan rumah kepala suku yang menjadi pos inti para wisatawan yang ingin
melakukan tour pendakian. Pak sony yang langsung pergi menuju bagasi dengan mengambil
tas yang sedari awal memang ingin diambilnya. sementara itu firman masih terduduk angkuh di jok
mobil dan melirik malas kepada wisatawan yang mendengarkan instruksi dari guide
yang ditugaskan memandu mereka ke puncak.
“Ahhhh” desahnya seraya memperbaiki posisi
duduknya dan dengan muka yang masih lepek berniat ingin melanjutkan tidurnya
kembali yang terganggu namun seakan akan ada aliran listrik yang begitu dahsyat
menyetrum tubuhnya yang telah berniat menyelam kedalam lautan mimpi. “Oooh iya
pak saya ikut..!!”
serunya secara tiba tiba diikuti dengan gerakan refleks keluar dari
mobil mengikuti pak sony ke arah bagasi dan
mengambil tas ransel yang dia persiapkan khusus untuk perjalanan ke puncak dan
berlari menuju ke segerombolan turis tadi. Tidak butuh waktu lama untuk sampai
ketempat itu sambil memperbaiki nafasnya yang tersengal sengal yang dipacu
secara tiba tiba.
“huuufftt hampi....r
aja. untung
pak sony
bangunin..klo
ndag... !! bisa bisa buyar semua apa yang kurencanakan....masa mau nunggu 1
mingguan lagi sebelum bisa melakukan
pendakian lagi,,ahh terima kasih penitinya pak” gumamnya.
Di desa ini terdapat sebuah paket wisata yang menawarkan
kepada para wisatawan untuk melakukan tour pendakian ke salah satu puncak bukit
pegunungan Himalaya. Tempat yang dimaksud mempunyai area yang cukup datar dan
luas untuk sebuah perkemahan lebih dari 20 tenda, kira kira lebarnya seluas
lapangan sepakbola yang disebelah kiri dan kanannya terdapat tebing yang
menjulang tinggi seraya mengapit tempat tersebut. Sementara itu di belakang
yang menjadi gerbang pintu masuk merupakan turunan ke arah desa yang dilingkupi
salju tebal kemudian di depan merupakan jalan buntu yang menjadi ujung dari
dataran itu merupakan jurang yang telah terpagari dengan besi berantai setinggi
dada orang dewasa. Di sinilah pemandangan indah ciptaan tuhan ditampakkan
ketika mata hari mengintip dibalik perbukitan dan menyinari lembah tak berdasar
yang berkabut gelap.
Itulah yang ingin dibuktikan oleh firman setelah
mendengar desas desus tentang tempat itu dari seorang rekannya dan dari
informasi yang didapatkan, pendakian tur itu hanya dilaksanakan dalam sekali
seminggu yaitu setiap hari kamis. Jika tidak mengikuti tur pada hari itu maka
harus menunggu hari kamis berikutnya, alasan warga untuk melakukan pendakian
kemungkinan karena mereka menganggap hari kamis adalah hari yang baik untuk
memulai melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas, yaa walaupun setiap hari
adalah sama tapi itulah kepercayaan apalagi sudah tradisi jadinya akan susah
merubah pemikiran seorang apalagi sekelompok orang.
Setelah
mendengar instruksi dari guide, mereka pun bersiap memulai pendakian yang
direncanakan start dari
rumah kepala suku menuju ke barat, melewati turunan sebelah selatan desa menuju
lembah barat dan memulai pendakian dari kaki bukit menuju puncak. Sebelumnya,,
yang akan
ikut pendakian terhitung
wanita berjumlah 4 dan 6 pria termasuk instruktur pendakian yang berwajah
original tibet dan dari ke empat wanita itu ketiganya berasal dari eropa dan
yang satunya lebih menyerupai penduduk lokal serta wisatawan prianya terdiri
dari 2 orang jerman, 1 orang afrika dan 2 orang indonesia termasuk dirinya dan pak sony yang sementara mempersiapkan semua alat yang akan dibutuhkan
selama pendakian.
“hari yang spesial” gumamnya sambil menghirup udara
pegunungan himalaya, mereka memang
sengaja berangkat dini hari dengan
pertimbangan pemandangan indah matahari terbit ditempat yang akan mereka tuju
dan tentunya mereka harus sampai ditempat tersebut sebelum sang fajar muncul
dibalik pegunungan tibet. Langkah yang mantap dan sesekali terbenam diantara
salju membuatnya mengingat akan sesuatu dan mengocek kembali isi kantongnya dan
mengambil handphone yang terselip,
dengan jemari yang mantap menekan tuts tuts handphonenya kemudian mengirimkan
pesan singkat kepada orang tuanya. Sementara mereka sudah sampai diperbatasan
desa, terdengar dering handphonenya berbunyi “loh,,,langsung berangkat?? Bukannya istirahat dulu” pesan yang
terbaca itu hanya ditanggapinya dengan senyuman dan memasukkannya kembali
kedalam saku celananya setelah sebelumnya mereply
pesan tersebut dengan balasan seadanya. “tenang
mi ki
etta, anak ta
akan baik baik saja...luv u alwayz” gumamnya
disertai dengan senyuman lepas khas seseorang baru terbebas dari penjara kumuh
nan gelap bersamaan dengan hilangnya signal jaringan handphone setelah sekitar
1,2 Km keluar dari gerbang desa.
Sementara itu di ufuk matahari sudah mulai menampakkan sinar temaramnya bersiap
menyambut mereka yang ingin memperhatikan kecantikan dan keperkasaannya seakan
pada pagi itu akan dilaksanakan kontes kecantikan mahluk ciptaan sang maha
dihadapan penontonnya.
*******
Pendakian selama empat jam lebih tak terasa lama setelah pemandangan yang ada di
depan mereka tersaji sebuah keagungan alam yang terpancar dari lereng salju
abadi yang memantulkan cahaya mentari di pegunungan himalaya. Tenda tenda pun
didirikan berbentuk layaknya pelana kuda di puncak bukit yang agak datar menghadap
ke barisan pegunungan yang memaparkan sinar mentari dihadapan mereka yang duduk
berbentuk lingkaran sambil saling memperkenalkan diri dan bercanda ria... sudah
menjadi hal yang lazim bila melaksanakan
suatu perjalanan seperti ini maka para wisatawan ini baru akan saling mengenal
dan memperkenalkan diri setelah sampai ditempat yang dituju dan akan dibingkai
kedalam berbagai permainan yang sengaja di atur untuk lebih mengakrabkan para
turis satu sama lain namun selama proses tadi ada yang mengganjal di pikiran
firman yaitu pada saat memperkenalkan
diri, seorang wanita yang diperkirakan penduduk lokal karena dari kulit dan
wajahnya nampak agak mirip dengan penduduk lokal yang dia lihat setelah sampai
di desa sarangkot mulai memperhatikannya terasa seperti ada sebuah ketertarikan
namun tertutup dengan muka datar yang tak diketahui maksudnya padahal selama
dalam perjalanan, wanita ini malah tak acuh kepada siapapun bahkan terkesan
cuek.
“ada
ap.....a dengan wanita
itu???
Apa ada yang salah dengan diriku???” seraya mengalihkan pandangan ke arah tubuhnya
yang memang dari awal juga mencuri curi pandang kepada wanita tadi.
“ahh normal saja kog,
sama dengan yang lain” dengan
berusaha menutupi rasa herannya dia mengambil sebotol air mineral di tasnya dan
mengarahkan pandangannya menoleh
ke tempat wanita itu.
“ehh mana, dia belum perkenalan sudah menghilang??” terheran karena wanita yang dia cari
sudah tidak ada di tempatnya dan berulang kali menolehkan kepalanya kekiri dan
kekanan dengan mata mencari sosok yang ingin dikenalnya.
“perasaan baru saja dia
terdiam disana...aku harus bicara dengannya setidaknya 4 mata” gumamnya sembari bangkit dari tempat
duduknya setelah sebelumnya memberitahu pak sony bahwa dia akan meninggalkan
tempat untuk mencari
keberadaan wanita itu namun tak jua menemukannya setelah berpikir sejenak dia
pun memutuskan mencarinya di luar area tenda tenda. Dengan sedikit berlari
kecil ternyata yang dia cari sedang berdiri menghadap ke lembah yang masih
nampak jelas tempat mereka start untuk memulai pendakian, sekitar 250 meter
dengan gerombolan tenda dibelakangnya. Dr. Firman terdiam di tempatnya berhenti
dan menatapnya dengan penuh kekaguman, betapa dia melihat sesosok wanita dengan
wajah yang cantik dan begitu ayu jauh dari sosok glamour yang banyak ditawarkan
gadis gadis metropolitan membuatnya terpaku dan dengan sigap memutuskan untuk
mendekatinya dan mengenalnya secara seksama akan tetapi dia pun menyadari ada
yang aneh diwajah cantik itu., wajahnya terlihat agak pucat “seperti seseorang yang kurang tidur
atau......”
“brukkk” sebelum dia menyelesaikan gumaman
terakhirnya wanita itu telah terjatuh ke salju padat dibawahnya
wanita itu tiba tiba tersungkur menghadap salju
bahkan setengah tubuhnya terbenam. Sontak hal itu membuyarkan lamunannya dan
dengan sigap berlari ke arahnya. Memang terlihat wanita ini pucat dan badannya
sangat lemah apalagi posisi jatuhnya berada di kemiringan dan salju yg dalam
sampai mencapai batas lutut membuatnya kewalahan mengangkat tubuh itu,,,seraya
berpikir bahwa tidak mungkin kalau hanya dia sendiri yang mengangkatnya dalam
situasi seperti itu, dia pun meletakkannya kembali seraya memastikan tempatnya
aman dan berlari menuju rombongan untuk meminta pertolongan. Dalam beberapa
menit kemudian para wisatawan yang lainnya datang membantu, wajah mereka yang tadinya
penuh keceriaan beralih menjadi penuh kecemasan yang sangat dalam. Butuh waktu
yang lama untuk mengangkat wanita
ini
dari kemiringan dan dengan hati hati ditandu menuju ke salah satu tenda. Firman
yang sedari tadi juga ikut mencemaskan keadaannya berlari ke arah guide dan pak
sony “pak sony tolong kembali ke perkampungan pak, sepertinya sakitnya parah
pak..cepat pak..cepat…!!” cemasnya sambil kembali berlari memutar arah ke arah
wanita yang sudah terbaring di dalam tenda dalam
kondisi yang sekarat, napasnya tersengal dan wajahnya pucat.
“please,
give me a way...i’m a doctor”
ungkapnya sembari mendekati tubuh wanita yang kira kira seumuran dengannya itu,
dari gejala yang timbul pada tubuhnya dapat diprediksikan dia terkena racun
tumbuhan yang secara tidak sengaja mengenai tubuhnya selama dalam pendakian.
Racun tumbuhan jenis ini kebanyakan yang mengandung asam sianida. Sebelumnya memang guide memutuskan memakai jalur lain
dalam pendakian setelah memasuki lembah karena pertimbangan salju yang turun
begitu padat di jalur yang seharusnya mereka pakai dan ditempat tersebut memang
terdapat beberapa tumbuhan beracun namun sudah diperingatkan oleh guide untuk
tidak menyenuh tumbuhan tumbuhan yang dianggap beracun. Belum diketahui kenapa
wanita ini bisa terkena racun tumbuhan itu.
“pasti
ada sesuatu yang menancap dalam tubuhnya setidaknya ada potongan ranting yang
mengenainya selama pendakian”
terkanya sementara membolak balikkan badan
wanita itu dan memeriksa tiap tiap jengkal tubuhnya sementara yang lain hanya
melongo melihat tindakannya namun tak jua dia temukan. Tak menyerah sampai disitu
firman berinisiatif membuka jaket luarnya dan
memperhatikannya sekali lagi “ahh belum
dapat, dimana racun itu menancap?” sembari mundur terduduk layaknya orang yang sedang putus
asa yang mengharapkan petunjuk dibarengi dengan nalurinya yang sangat
mengatakan tidak ingin membiarkan wanita ini menjemput ajal didepannya. Tanpa
disadari terasa ada kekuatan yang mengarahkan pandangannya ke salah satu bagian
tubuh wanita ini dan..
“ahhh
dapat..!!” serunya
Tepat di jari manis kiri terdapat potongan kecil
ranting seukuran jarum yang menembus kaos tangannya, jika di indonesia ranting
ini bersumber dari tumbuhan yang dinamakan pacung yaitu sejenis tumbuhan
yang seluruh pohonnya mengandung asam sianida yang sangat beracun, kecubung,
daun dan bunganya mengandung atropin yang bisa membuat halusinasi serta jamur
amannita mengandung mesakarin yang bisa membunuh hewan maupun manusia.
“give me my bag”
tatapnya kepada seorang turis asal jerman yang berada dihadapannya, tepat di
sebelah kanan jerman tersebut terdapat tas motif batik coklat yang diminta oleh
dokter muda itu dan sekejap itu pula tas itu sudah ada di tangannya. Tanpa
membuang waktu dia langsung menguber-uber isi tasnya dan mengambil pinset beserta segulung kapas dan
perban. Dengan hati hati dan ketelitian yang tinggi mencabut ranting beracun itu
kemudian
menghisap racunnya.
“is any there between on you bring a salt???? I
need it to netralize the poison now. If late this girl will die!! Ungkapnya seraya menatap setiap wajah
yang ada didepannya. Para turis yang berada di depannya pun hanya memandang
satu sama lain dan mengingat barang bawaan meeka.
“Oooh
yeah i have..!!” seru seorang
wanita paruh baya berbalik ke arah tas gunungnya dan mengeluarkan tempat
makannya. Di dalamnya terpisah beberapa bagian yang diperuntukkan untuk jenis
makanan tertentu. Di tengahnya terdapat nasi, disampingnya ada roti dan keju,
juga terdapat sayuran dan ikan dan terdapat sebuah cekungan kecil diantara nasi
dan sayuran yang jika diperhatikan secara seksama terdapat beberapa biji garam
yang dia gunakan sebagai penyedap rasa.
“oke
there is no time...make it smooth”
perintahnya untuk menghaluskan garam tersebut dan menaburkannya ke bekas luka
tersebut setelah sebelumnya rantingnya dicabut dan lukanya telah dibersihkan.
Dalam kasus seperti ini hanya tindakan seperti ini yang bisa dia lakukan karena
dari apa yang telah dia baca jika ingin menkonsumsi tumbuhan yang baru dikenal,
ada baiknya dimasak dengan menggunakan garam untuk menetralisir racun yang
terdapat didalam tanaman yang ingin dikonsumsi. Karena kondisi yang tidak memungkinkan,
hanya cara itulah yang dianggapnya paling efektif walaupun skala keberhasilan
dibawah 50%, harapannya yang pertama adalah agar racun itu masih sempat
dinetralisir sebelum mencapai jantungnya dan dengan menghisap racun dan
menetralisirnya dengan peralatan
seminim itu adalah suatu hal yang menakjubkan jika wanita itu bisa sembuh.
Pada situasi seperti ini tempat berharap hanya
kepada tuhan, manusia tidak bisa berbuat apa apa selain menunggu keajaiban
datang karena dokter ini pun tidak yakin dengan eksperimennya namun sekali lagi
dia memantapkan suara hatinya “Cuma ini
yang bisa saya lakukan selebihnya kuserahkan padamu tuhan” , dia pun
berbalik dan duduk menatap wanita yang terkulai lemah yang berjuang melawan
kematian dengan nafas tersengal sengal.
Dengan kepala
menunduk dan kaki tertekuk serta tangan yang menyilang di atas lutut membuat
firman merasakan sedikit lelahnya terlepas kemudian memejamkan mata. Terbayang
wajah wanita muda yang terkulai lemah itu sebelum berangkat meninggalkan desa
begitu ceria dan akrab dengan keluarga kepala suku. Sebenarnya dokter muda ini
juga merasakan getaran yang aneh setelah melihat wanita ini tapi dianggapnya
hanya sebuah luapan emosi semata sampai pada peristiwa ini yang membawanya
merasakan kembali getaran itu sekali lagi. Perlahan entah karena kelelahan atau
terlena di alam khayalnya membuatnya terlelap tanpa sadar dan para wisatawan
lain yang melihatnya hanya membiarkannya setelah semua usaha yang telah dia
lakukan. Sedikit demi sedikit suara sayup dan aktivitas dalam tenda mulai redam
di telinga dokter ini seiring alam khayal mulai berpindah dan membawanya ikut
dalam pusaran mimpi.
Sementara di
jalan terjal menurun perbukitan terdapat dua bayangan yang berjalan dengan
tergesa gesa menuju desa sarangkot. Ya dia pak sony dan guide itu dengan
sedikit berlari kecil ditemani dengan sapuan angin campur salju yang mengenai
tubuh mereka. Dari perkemahan belum ada sepatah kata pun keluar diantara
keduanya sampai ketika pak sony menanyakan tentang perihal wanita muda tadi.
Iya pak dia adalah anak angkat dari kepala suku, dia adalah wanita yang berasal
juga dari Indonesia sama dengan bapak. Gadis itu sangat disayangi oleh warga
kami apalagi sang kepala suku karena kebaikan dan kesederhanaannya ungkap guide
itu. Dengan wajah yang semakin menyiratkan rasa penasaran pak sony pun
melanjutkan pertanyaannya sampai gerbang desa Nampak dihadapan mereka.
Sebenarnya masih ada yang ingin dia tanyakan kepada guide itu tapi dia merasa
hal itu sudah cukup menjadi informasi baginya untuk diberikan kepada pemuda
yang sedang berjuang pula diatas sana.
**
Sejam dua jam berlalu,
nafas wanita itu sudah mulai stabil dan seorang wisatawan masuk ke tenda dengan sedikit berteriak
“bantuan medis dataang…!!”. Sontak hal itu membuat firman terbangun dari
mimpinya dan menatap ke sekeliling tenda yang isinya cuma ada dia dan wanita
yang terbaring lemah karena semua wisatawan serentak berlari keluar tenda
melihat bantuan medis yang datang. Perasaannya pun sudah mulai lega melihat
perkembangan kesehatan wanita itu kemudian didekatinya dan memeriksa suhu
badannya. “cantik dan anggun” gumamnya “hei..hei apa yang kau katakan dia
sedang sakit” sadarnya sambil berbicara kepada dirinya sendiri yang langsung
salah tingkah dengan ulah spontannya. Dia pun bergegas keluar tenda mendekati
para wisatawan lain yang sudah berkumpul di sekitar gerbang masuk dataran itu
sembari menunggu rombongan di bawah yang semakin dekat hingga sampai pada
proses pengevakuasiannya kembali ke desa.
Dalam perjalanan
pulang pak soni yang sedari tadi memperhatikan firman mendekatinya seraya
berbisik bahwa yang dia selamatkan itu adalah putri angkat kepala suku. Kepala
suku mengangkatnya sebagai anak karena selain tidak mempunyai putri juga dia
sangat kagum kepada wanita ini yang rela menjadi guru satu satunya di sekolah
yang dibangun oleh kepala suku.
“Apakah
kau tahu wanita yang menjadi guru sukarelawan ini dari mana??” tanya teman indonesia kepada sang
dokter.
“tidak
pak....apakah anda tahu dia dari mana??” balasnya sembari memasang muka bingung dan hal yang
membuatnya kaget sewaktu dia mengatakan bahwa wanita tersebut juga berasal dari
daerah yang sama dengan mereka yaitu indonesia.
Seraya menoleh kepada si wanita yang masih
terkulai lemah di atas tandu
“dia
betul betul malaikat, apakah anda tahu namanya??”
“saya
tidak tahu karena apa yang kuberitahukan kepadamu adalah apa yang kuketahui
barusan dari instructur tibet yang menuntun kita kesini” dengan tatapan tertuju kepada seseorang
yang berada
di depan rombongan kembali ke
desa.
********
Di penginapan yang tak jauh dari rumah kepala suku,
firman terdiam dalam lamunannya sembari menatap langit yang sudah berubah
kelam, dalam keadaan terbaring di atas ranjang dia mengingat sekilas
pembicaraan dengan kepala suku bahwa gadis tersebut merupakan gadis indonesia
yang juga merupakan seorang akademisi. Tujuan awalnya ke tibet adalah untuk
penelitian dan memutuskan untuk mengabdikan dirinya. naluri kependidikannya
muncul setelah menyaksikan fenomena masyarakat yang terjadi di daerah ini dan
mulai mengutarakan maksudnya untuk mengabdikan diri menjadi seorang pengajar
kepada kepala suku dan gayung pun bersambut kepala suku yang memang memerlukan
tenaga pengajar untuk sekolah baru yang ia dirikan dan xiao yu yang secara
sukarela ingin menjadi tenaga sukarela di tempat tersebut
“Xiao yu” masyarakat desa sarangkot sering
memanggilnya. Itulah nama yang diberikan kepala suku untuknya dan dia
memutuskan lebih menggunakan nama itu ketimbang nama dia yang sebenarnya putri amelia rasyid yang akan berlaku
lagi setelah tiba di indonesia.
Di dalam rumah berkubah itu masih terbaring tubuh
wanita yang telah sadar sepenuhnya namun masih dalam keadaan lemah dan rutin
pula tiap hari sang dokter datang memeriksa keadaannya namun ibaratnya ini
bukanlah seperti kunjungan seorang perawat terhadap pasiennya namun lebih
seperti seorang muda mudi yang berbagi cerita dan pengalaman masing masing
dengan diiringi canda tawa dan senyum yang merekah di dalam wajah mereka.
Peristiwa itu berlanjut berulang kali tiap hari dan berakhir dengan peraduan
tatapan manis sebelum berpisah dan janji untuk bersua esoknya lagi.
Sebuah pribahasa klasik yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang dan tak sayang
maka tak cinta” sepertinya berlaku bagi kedua orang ini yang tanpa diduga telah
saling memperhatikan di awal pertemuannya rasa itu muncul dalam benak akan
kekaguman akan sifat keibuan wanita ini dan dipadukan dengan kecantikannya
membuatnya jatuh hati, perasaan yang sama juga dirasakan oleh xiao yu sifat
perhatian dan ketulusan yang ditunjukkan lelaki itu membuatnya merasakan
getaran asmara yang meluluhkan salju abadi himalaya sekalipun.
Sebulan berlalu tak terasa liburannya akan selesai
pula. Namun masih ada hal yang dirasanya belum sempurna yaitu mengutarakan
perasaannya kepada xiao yu. Dia pun berencana bertemu dengan xiao yu keesokan harinya sekaligus mengungkapkan
suatu kata sakral bagi setiap manusia yang siap menjajaki kehidupan baru yaitu meminangnya. Tibalah mereka berdua
bertemu di sebuah kedai minum di daerah tersebut. Tempat yang tidak terlalu
mewah tapi menawarkan sejuta pemandangan indah karena letak salah satu biliknya
menghadap kearah rimbunan pepohonan pinus yang berjejer indah di sepanjang
perbukitan begitupun dengan angin dingin yang menerpa tubuh yang terbalut jaket
hangat keduanya.
Teh hangat
terhidang di hadapan keduanya dan seperti biasa setiap pertemuan akan selalu
ada canda tawa serta celotehan celotehan ringan yang mengalir dari mulut
keduanya dan jika ada ungkapan bahwa jika jatuh cinta dunia seakan milik berdua
maka begitulah yang terjadi, diantara keduanya seakan ditempat itu hanya mereka
berdua yang duduk saling menatap dan sesekali tersenyum tersipu.
“xiao
yu ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu” ungkapnya sembari mengaduk minuman yang ada di depannya. Aroma dan uap teh mengepul
mengenai wajahnya sehingga sedikit mencairkan air muka dokter muda ini.
“iya
ada apa ??” ungkap gadis itu
sembari menyeruput teh panasnya. Angin menerpa rambutnya yang dibiarkan
terurai. Walaupun cuaca sudah masuk dalam skala dingin tapi berbeda dengan raut
muka xiao yu yang Nampak jelas bersemu merah seakan sudah mengetahui maksud
yang akan diungkapkan oleh laki laki yang ada didepannya.
“aku
sudah membicarakan ini dengan orang tuaku bahwa aku menemukan pilihan hatiku
disini dan aku ingin melamarnya untuk kubawa pulang ke indonesia, dan itu
adalah dirimu. Aku telah jatuh hati padamu dan kagum akan naluri keibuanmu, aku
ingin melamarmu. Maukah kau menjadi pendampingku???” ungkapnya dengan penuh ketulusan dan gamblang di
depan xiao yu
Suasana pun
Nampak hening sejenak dan sekali lagi angin berhembus menerpa keduanya seakan
angin itu kembali untuk kedua kalinya untuk menyaksikan kebersamaan keduanya.
“aku
tahu kamu akan mengatakan ini karena aku pun memiliki perasaaan yang sama
dengan mu,
aku juga sudah menghubungi keluargaku di indonesia dan juga mereka sudah mengetahui dirimu namun aku juga tidak
bisa berpisah dengan keluarga ku disini, mereka
semua juga seperti keluargaku, apakah yang harus kulakukan” tanya xiao yu sambil
tertunduk.
Merasakan dirinya berada pada posisi yang dilematis
antara cinta dan keluarga. Xiao yu khawatir bahwa jika dia menikah dengan orang
yang dicintainya, dia pun harus rela meninggalkan keluarga barunya untuk selamanya dan
begitupun sebaliknya, xiao yu sebelumnya sudah rutin kembali ke indonesia tiap
sekali 3 bulan dan itu dia habiskan Cuma untuk keluarganya karena lingkungannya
yang berada di metropolitan membuatnya tidak nyaman dengan pola hidup di kota
metropolitan. Di tibet dia lebih banyak merasakan kedamaian dan kecintaan yang
terbentuk secara tulus dari masyarakat tradisional.
“ini
bisa kita atasi xiao yu, kita akan membaginya. Sekali dalam 3 bulan kita akan
ketempat ini
lagi untuk merawat dan mengajar penduduk disini, aku pun juga sangat menyukai
lingkungan di tibet ini”
senyumnya dengan menguatkan keyakinan. Sembari tersenyum membalas tatapan orang yang
didepannya xiao yu tidak tahu harus mengatakan apa apa lagi hanya satu kalimat
sederhana yang dia keluarkan sebagai pertanda persetujuannya “dan mengingat kedekatan kita selama ini anda
sudah pasti dapat menerka apa jawabanku dokter muda”.
Sebulan kemudian pernikahan pun dilangsungkan dan
dilaksanakan secara meriah sesuai adat tibet setelah semingggu sebelumnya akad nikah dilaksanakan di
indonesia dihadiri oleh sanak keluarga kedua mempelai begitupun selanjutnya mereka berdua rutin
kembali ke tibet untuk mengajar dan mengobati para warga, hal ini juga
tidak terlalu memberatkan bagi ekonomi keduanya karena secara tidak langsung
mereka tergabung dalam relawan PBB untuk Tibet dan pada saat kembali ke indonesia sudah ada asisten
yang masing masing mereka percayakan dibidangnya untuk mengajar dan merawat
yang berasal dari kalangan pribumi
*******
End
aku
ingin merindumu dengan cara sederhana
tetap
indah dan kuungkapkan dengan doa